Senin, 01 September 2014

Bidadari-Bidadari Surga

Ketika temen udah pada kerja loe masih ngoas
Ketika temen udah pada nikah loe masih ngoas taun kedua
Ketika temen udah punya anak loe masih UKDI
Ketika temen udah punya anak 2 loe masih internsip
Ketika.... Sumpah men gue udah gak sanggup ngelanjutin
Saya masih ingat kalau saya tertawa bersama teman saya saat membaca quote lucu ini. Lucu memang pada masa-masa itu. Tapi ketika kami membaca lagi pada saat umur seperti ini, yang ada hanya senyum kecut sekecut-kecutnya (hahahahahahaha)
Pertanyaan yang khas saat usia segini memang "Kapan, kamu nikah, sa?" atau sejenisnya. Biasanya kalau lagi normal balasnya sih yaaahh di doakan aja yaaa :) sambil senyum manis. Tapi kalau lagi PMS (saya sering marah pada 3 hal, yang pertama PMS, Gerah, Lapar dan sedikit lain" :p) Saya jawab ngutip suatu quote
"Maaf yaaaa, saya berkembang biak dengan membelah diri," sambil pengen nyubit yang tanya.
Saya punya temen seiya sejomblo pada waktu itu sama gilanya sama gokilnya, saking baiknya dia, saya hampir tidak bisa mengatakan sesuatu yang buruk tentang dia. Saya sering bertanya kenapa dia tidak juga menemukan pria yang sreg dia selalu santai menjawab meskipun kadang galaunya kumat. Sering saya pikir dia pemilih tapi kalau mendengar cerita-cerita dia, saya pikir juga tidak seperti itu. Mungkin banyak hal yang perlu dia dipikirkan selain mencari pasangan atau sembari mencari pasangan....
Entahlah.....
Klasik memang kalau umur seperti ini bingung menikah. Saya kadang sangat takut seperti tetangga-tetangga saya yang menikah di usia yang lebih dari cukup, menikah dengan orang yang sebenarnya tidak ia sukai tapi demi tidak dipandang sebelah mata lalu nekat menikah juga.
Atau seperti tetangga saya yang sampai usia 40an belum juga menikah lalu meninggal di usia muda.
Untuk tetangga yang satu ini sebut saja dia Ibu P
Waktu kecil saya tidak pernah menganggap ibu P ini wanita hebat, saya justru kasian, Ibu P hampir seusia dengan mama. Bekerja sebagai staf sukuan Tata Usaha di sebuah SMP, setiap pagi saya selalu melihat beliau dengan seragam abu-abunya sudah stay di depan rumah siap naik bis. Lalu sore nya saat saya sedang bermain dengan teman-teman saya beliau turun dari bis atau angkutan menuju rumahnya yang kecil. Selalu seperti itu tidak pernah bosan tidak pernah mengeluh, yaaa ibu P sangat pendiam meskipun sering digoda oleh mama atau sering ditawari jodoh Ibu P hanya tersenyum nanti kalau jodoh yaaaa saya nikah, simpel jawabannya mungkin bagi orang-orang, beliau adalah orang yang tanpa usaha atau tipe terlalu pemilih tapi tanpa orang-orang sadari bahwa ternyata dia memegang suatu senjata terdahsyat, yaitu rasa sabar :)

Bersabar itu adalah salah satu ikhtiar/usaha terbaik. Keliru sekali kalau ada yang bilang bersabar itu bukan ikhtiar, bilang nanti menyesal dan sebagainya
Al-Qur'an bahkan menuliskannya dengan terang ," Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu' " (2:45)
Tetapi tentu saja sesuai dengan kelanjutan ayat ini, dengan fantastis sekali langsung dijelaskan juga
dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'
Jadi jika kita tidak percaya menjadikan sabar sebagai penolong, simpel karena kita tidak masuk dalam golongan orang" yang khusyu'. Ingatlah dengan definisi sabar yang tepat meletakkannya dengan tepat maka sabar akan menjadi 'amunisi ' paling mematikan. -Tere Liye-
Quote saya ambil dari Tere Liye

Tentu tidak sembarang orang bisa seperti Ibu P, bagaimana dengan memperbaiki diri? Beliau punya tutur kata yang halus, rajin sholat berjamaah, beliau tinggal bersama dengan ibu nya yang sudah tua dengan sabar merawat ibunya, tidak pernah mengeluh meskipun beliau hanya sukuan staf TU yang gajinya tidak seberapa. Hanya satu, beliau melakukan yang terbaik yang beliau bisa. Setau saya, mama tidak pernah bercerita saat" Ibu P mengeluh tentang gajinya atau tentang pekerjaannya atau tentang mengapa Tuhan tidak kunjung memberikan jodoh. Entahlah, saya dulu masih kecil sedikitpun tidak takjub dengan kesabarannya.
Sampai suatu saat beliau sakit, ketika saat-saat beliau sakit pun beliau tidak pernah mengeluh, malahan saat sakit beliau malah bercanda dengan mama yang datang menjenguk mungkin supaya mama tidak sedih, sebegitu tabahnya beliau menjalani hidupnya sampai akhirnya beliau meninggal di usia muda. Benar-benar ironi menurut saya waktu itu. Bagaiman orang sebaik beliau harus berakhir seperti itu.
Waktu itu saya benar-benar takut mengalami hal yang sama. Saya tidak habis pikir jika jodoh terbaik datang dengan memperbaiki diri bukankah dia adalah contoh dari wanita yang baik, jika jodoh datang dengan cara seperti "membeli ikan di pasar" bukankah dia memiliki sebaik-baiknya cara (bekerja, bersosialisasi), jika diibaratkan seperti petromaks di tengah sawah yang memancarkan cahaya di tengah kegelapan bukankah dia memiliki cahaya yang teramat indah. Tetapi sikap sabar yang dipilihnya yang membuat saya sekarang sadar dan semakin kagum. Yaaa rasa sabar tidak bisa menjanjikan bahwa kita akan memiliki seseorang. Tidak bisa, tetapi rasa sabar menjanjikan ketentraman hati apapun yang terjadi. Yaaa sikapnya yang sangat mempercayai Tuhannya yang terus berprasangka baik pada Tuhannya yang tidak pernah meragukan sedikitpun janji Tuhannya. Mungkin itu yang membuat beliau selalu tampak tenang dan sangat hangat saat menatapnya.
Sikap-sikapnya yang seolah seperti menyadarkan kami bahwa menikah itu bukan ukuran 'sukses', beliau tidak takut hidup sendiri, tidak pula cemas dengan penilaian orang, tetap menjaga diri dan tidak repot mencari perhatian lawan jenis. Subhanallah pokoknya
Dan Sungguh di surga ada bidadari-bidadari bermata jeli (Al-Waqiah : 22)
Pelupuk mata bidadari-bidadari itu selalu berkedip-kedip bagaikan sayap burung indah. Mereka baik lagi cantik jelita (Ar-Rahman : 70)
Bidadari-bidadari surga, seolah-olah adalah telur yang tersimpan dengan baik (Ash-Shaffat : 49)

Epilog dari novel bidadari-bidadari surga :
Wahai, wanita-wanita yang hingga usia tiga puluh, empat puluh, atau lebih dari itu, tapi belum juga menikah (mungkin karena keterbatasan fisik, kesempatan, atau tidak pernah 'terpilih' di dunia yang amat keterlaluan mencintai materi dan tampilan wajah). Yakinlah, wanita-wanita shalehah yang sendiri namun tetap mengisi hidupnya dengan indah, berbagi, berbuat baik, dan bersyukur. Kelak di hari akhir sungguh akan menjadi bidadari-bidadari surga. Dan kabar baik itu pasti benar, bidadari surga parasnya cantik luar biasa :)

Semoga Ibu P menjadi salah satu bidadari surga kelak karena sungguh dia telah menjadi contoh dan Allah seperti menunjukkan pada kami bahwa beliau adalah contoh, seperti Laisa :)

Sebagian berubah karena TERPAKSA
Sebagian lagi berubah setelah membayar mahal dengan banyak KESEDIHAN
Sebagian lagi berubah setelah penuh penyesalan dan AIR MATA
Maka orang-orang yang beruntung adalah yang berubah cukup dengan belajar dari pengalaman orang lain
Dari BACAAN, NASIHAT, MENGAMATI. Sebelum Terlanjur

Harus Ada Yang Tinggal !!!!

Saat ini mungkin kita jamak mendengar kata-kata seperti rasanya ingin kembali ke masa kecil dimana masalah hanyalah sebesar PR Matematika. Waktu saya kecil Matematika merupakan momok yang saya amat tidak suka, lebih baik mempelajari pelajaran lain daripada matematika. Dahulu waktu kecil saya mengeluh hal-hal sepele seperti pelajaran yang sulit terutama matematika, yaaa matematika dahulu merupakan salah satu masalah terbesar saya disamping yang lain -lain. Dahulu saat saya mengeluh karena saya harus panas-panasan bersepeda dari sekolah ke rumah dan pulang dalam keadaan basah karena keringat saya sering menangis pada ayah, dan ayah selalu bilang kamu itu cuma sekolah aja ngeluh coba liat pak tani mencangkul di sawah panas-panasan sudah gitu nasinya nggak pernah kamu makan, kamu gak lebih kasian. Itu seperti auto answer dari ayah jika saya mulai mengeluh tentang ini itu, karena dari dulu saya tidak pernah suka makan jadi daripada nanti merembet kemana-mana saya lebih suka diam sambil manyun. Dan saya sangat berharap cepat besar, cepat bisa naik motor bahkan menyetir mobil sehingga tidak perlu capek-capek panas-panasan. Sekarang saat saya dewasa saya malah ingin jadi seperti masa kecil lagi. Manusia memang aneh mereka cenderung mengganggap sesuatu lebih mudah terhadap segala sesuatu yang pernah dilewatinya :)
Kembali lagi pada matematika, sebegitu kesulitannya saya pada matematika saya harus mencoba SPMB (atau apalah sekarang namanya) dua kali mengambil jurusan yang sama meskipun di universitas berbeda. Dari sewaktu kecil saya hampir tidak pernah membantah apapun permintaan orang tua saya, bukan karena saya tipe anak penurut sama sekali bukan tapi lebih tepatnya saya orang yang terlambat menyadari apa mimpi saya apa cita-cita saya. Hidup saya terlalu seperti air mengalir nyaris tanpa effort apa-apa. Orang tua menyuruh apa saya pasti akan menurut. Mulai dari SD mana sampai kelak akan jadi apa orang tua saya yang menentukan (payah yaaa saya) hingga hampir sekarang. Saya sangat dekat dengan mama, hampir seperti sahabat. Saya adalah satu-satunya anak yang bekerja di dekat tempat tinggal orang tua saya. Saya mulai menyadari bahwa ayah dan mama mulai menua, rasa ketakutan mendadak timbul, bagaimana kalau salah satu pergi atau bagaimana kalau dua-duanya yang pergi. Jujur, saya tidak berani membayangkan, membayangkan ayah mama sakit berat saja saya benar-benar takut.
Sering dahulu saya bertanya pada pasien tua yang datang sendirian, saya tanya anaknya dimana,Pak/Bu? mereka berkata anaknya bekerja di Jakarta lah, Sumatera lah, Kalimantan lah, macam-macam. Lalu saya tanya kenapa nggak tinggal bareng sama anaknya saja? mereka lebih suka tinggal di kampung halaman, atau mungkin lebih suka tinggal di rumah sendiri supaya rumahnya ada yang merawat atau ada yang lebih miris karena tidak ingin jadi beban anak. Atau sering saya liat pasien-pasien yang harus dibopong tetangganya karena si kakek/nenek pingsan di rumah dan saat hendak dirujuk masih nunggu anaknya yang baru perjalanan lah, nggak ada yang ngurus administrasinya lah, nggak ada yang nungguin lah, atau saat mereka sakaratul mau baru si anak datang. Tinggal penyesalanlah yang ada. Dan dulu saya merutuki kenapa si anak tidak tinggal bersama orang tuanya (astaghfirullah kalau ingat itu).
Sungguh saya yakin tidak ada seorang anakpun yang sengaja ingin seperti itu mungkin keadaan mereka, kita tidak pernah mengalami hidup sebagai mereka jadi kita tidak tau bagaimana kehidupan mereka. Sungguh dan saya tidak ingin seperti itu, saya ingin tetap di dekat orang tua saya menyaksikan mereka menua tetap disamping orang tua saya disaat tidak hanya saat mereka sakit berat (nauzubillah) tetapi saat mereka sakit ringan dan dalam keadaan apapun saya ingin disamping mereka. Sama saat orang tua saya tidak pernah meninggalkan saya saat saya masih kecil menyaksikan saya tumbuh hingga dewasa (biarpun jadinya boncel >____<) merawat saya ketika sakit, membawa saya ke dokter, mengompres dan membuatkan teh hangat. Saya benar-benar ingin seperti itu saya hanya ingin membalas orang tua saya. Harus Ada yang Tinggal begitu pekik hati saya!!!! Saat kedua saudara saya tidak mampu berada di dekat orang tua saya, harus ada yang mengesampingkan ego dan berusaha untuk tetap di dekat mereka. Saya sangat bersyukur sampai saat ini kedua orang tua saya masih diberi kesehatan tapi umur siapa yang tau saya sangat takut membayangkan saya baru bisa menemui ayah atau mama saat ayah atau mama dalam keadaan sakit, sungguh saya benar-benar takut. Saya ingin tetap di dekat mereka saat mereka dalam keadaan sehat ataupun sakit. Sebenarnya orang tua saya tidak pernah mengharuskan saya-lah yang harus merawat mereka, mereka mempersilahkan saya jika saya ingin pergi. Tapi saat saya mulai pembicaraan saya akan pergi seketika orang tua saya nampak lebih tua dari biasanya, saya benar-benar tidak tega. Dengan halus mama mengatakan jika bisa bekerja disini sebaiknya bekerja disini saja. Saya mulanya menolak, bukankah yang lain pergi kenapa harus ada yang disini, ma? Orang tua saya hanya diam.
Paginya seperti mendapat jawaban dari Tuhan, Senior saya secara random tiba-tiba bercerita tentang kehidupan rumah tangganya. Tentang bagaimana dia harus tinggal terpisah dari istrinya. Jadi sebut saja senior saya Pak A dan Istrinya Bu A. Pak A bercerita bahwa dia harus tinggal dengan ibunya yang sudah tua (ayahnya sudah meninggal) Pak A adalah sulung dari dua bersaudara. Adik Pak A kebetulan bekerja ditempat yang dia tidak bisa menetap sehingga dia berpesan pada Pak A bahwa dia tidak sanggup menjaga ibu mereka. Bu A adalah sulung dari dua bersaudara juga, sebenarnya orang tua Bu A masih lengkap hanya adik dari bu A bekerja di suatu instansi keuangan dan tidak bisa menetap juga sehingga Orang tua Bu A sangat berharap agar Bu A tetap tinggal di rumah mereka. Sebenarnya orang tua Bu A juga berharap agar Pak A tinggal bersama mereka hanya saja Pak A tidak bisa meninggalkan ibunya.
Dari sini sebenarnya masalahnya simpel bila kita mau bicara logika, sebenarnya Bu A tidak ada kewajiban untuk tinggal bersama orang tuanya karena bila sudah menikah harusnya sebagai istri tentunya harus ikut suami. Begitulah dulu jawaban dari omong-omongan iseng saya dengan teman-teman. Tapi bila kita menempatkan diri sendiri ke diri mereka rasanya tidak sesimpel itu penyelesaiannya.
Senior saya berkata bahwa istrinya merasa menjaga orang tuanya adalah amanahnya sehingga dia tidak bisa ikut suaminya dan dia benar-benar minta maaf pada suaminya karena masalah ini. Dan Sang suami juga meminta maaf pada istrinya karena tidak bisa tinggal bersama mertuanya karena dia juga memiliki amanah dan sang Ibu benar-benar tidak mau meninggalkan kampung halamannya meskipun sang ibu mengizinkan jika senior saya harus pergi. Tapi sekali lagi siapa anak yang tega meninggalkan ibunya yang tua renta sendirian di rumah meskipun ada sanak saudara dan tetangga yang siap menolong. Sungguh sekarang itu masih merupakan masalah pelik bagi rumah tangga kami, begitu kata senior saya
Saya kembali pulang ke rumah dan saya mulai bimbang dengan keputusan saya, tiba-tiba saya tidak ingin pergi. Sungguh, tapi saya benar-benar ingin mengejar cita-cita saya, setelah sekian lama saya menyadari apa keinginan saya. Saya juga harus berterimakasih pada Orang tua saya karena berkat mereka membukakan mata saya bahwa ternyata saya ingin menjadi seperti ini. Saya mengatakan pada orang tua saya mungkin saya akan bekerja setahun di rumah tapi setelah itu saya tidak tau, meskipun hanya berkata seperti itu tapi orang tua saya tampak lega. Sampai akhirnya orang tua saya meminta bahwa mereka ingin saya tinggal, setelah dua saudara saya jauh kenapa saya juga harus jauh begitu tanya orang tua saya. Mereka tetap optimis saya akan tetap bisa melanjutkan cita-cita saya meskipun saya bekerja di rumah. Entahlah.... Yaahhh menoleh kebelakang lagi saya berusaha menentukan sikap mau kemana saya mau bagaimana saya mau jadi apa saya. Terbayang kejadian beberapa hari yang lalu saat saya minta jemput mama. Karena mama tidak juga datang akhirnya saya naik becak dan sampai di rumah, 15 menit kemudian saya melihat mama tergopoh-gopoh memanggil-manggil saya. Mama meminta maaf karena terlambat menjemput, dan mama sangat takut saya akan menangis karena terlalu lama menunggunya. Astagaaa,Ma... umur sudah 25 taun emang anak kecil, jawabku. Yaaa, saat SD dulu bila ayah atau mama terlambat menjemput saya pasti menangis lalu akan menggerutu sampai puas. Di lain waktu saat saya pulang bekerja saya tiba di rumah dan di meja tidak ada makanan apapun sehingga saya harus memasak telur. Lalu mama pulang dan bertanya apa saya makan siang? karena tidak ada makanan di rumah. Lalu saya bilang saya sudah makan dan masak telur. Simpel saja kan, tapi mama menjawab waahhh pintar sekali. Tentu saja saya kaget, saya hanya bilang cuma nyeplok telur aja kok,ma.
Dari situ saya merasa bahwa mama benar-benar memperlakukan saya seperti anak kecil belum cukup dewasa dan mama merasa saya harus terus disampingnya.
Yaahhh mungkin memang saya yang harus tinggal, mungkin saya yang harus di dekat mereka, menyaksikan mereka menua, sambil tetap berikhtiar untuk cita-cita saya. Sabar dan ikhlas adalah senjata orang-orang terpilih yang karena tidak semua orang mampu mengetahui kelebihan sabar dan ikhlas. Yaahhh bismillah semoga Tuhan mempertemukan saya dengan jodoh yang mau mengerti keadaan saya. Karena sungguh saya benar-benar tidak ingin berpisah dengan calon suami saya kelak, saya ingin sepenuhnya menjadi istri yang berbakti saya ingin menua bersamanya juga tetap di dekat orang tua saya.
Tetapi bila kelak calon suami saya mempunyai problem yang sama seperti yang saya alami saya benar-benar tidak sanggup memilih antara suami dan orang tua saya (membayangkannya saja saya tidak berani). Semoga kelak calon mertua saya mengerti sepenuhnya dan semoga niat yang baik akan membawa berkah.
Yaaaa seperti yang sudah-sudah harus ada yang tinggal bukan karena kewajiban tetapi juga karena kasih sayang :)
Semoga Allah senantiasa menyayangi Ayah dan Mama

Aamiin...